Kenapa jodoh malah membuat sengsara? Mengapa
jika memang tidak berjodoh harus di persatukan? Kenapa salah satu tidak mau
saling mengerti? Tidak sadarkah bahwa selama ini dia yang memberi makan kamu?
Selalu kau sakiti dia dengan segala cerca dan kritik mu yang seolah engkau lah
Tuhan yang tahu segala yang baik. Mulutmu sering kali berkata “Pasrahkan ke
Tuhan segala kemauan kita. Biar Tuhan yang atur semua.” Buktikan kata mu itu
dengan menghormati pendapat istrimu.
Bagaimana kau bisa memberi tempat kepada Tuhan
yang tak tampak untuk berbicara jika kata istri mu saja selalu kau cela walau
itu baik adanya. Tidak sadarkah engkau bahwa dalam diam dan bisu, dia merana?
Selama ini dia yang bekerja, dewi fortuna berbaik hati kepada keluarga mu.
Melalui sang wanita ini, kau! Seorang lelaki dewasa! Anak manusia! Bisa makan,
dengan tangis dan keringat nya kau masih bisa hidup di bawah atap rumah. Mana
keringat mu? Aku tahu kau memang berusaha, tapi perilaku mu yang seperti itu
membuat dewi fortuna enggan melimpahkan rejeki.
Tabiat mu yang kasar, egois,
penuh tipu, munafik dan merasa paling benar membuat semua orang enggan untuk
memberimu kesempatan.
Aku. Ya, aku memang bukan siapa-siapa,
aku hanya pohon kemangi yang ada di pelataran rumah sejak kalian berdua ada di
rumah ini. Aku tidak melihat tapi aku mendengar dari angin yang setia
berhembus. Jika pada masanya, entah sang wanita atau lelaki, salah satu memetik
daun wangi ku untuk di buat masakan, entah pepes atau hanya sekedar lalap. Aku
memang tumbuh untuk menjadi berguna bagi manusia. Aku senang karena mereka
merawat ku dengan baik, sehingga daun ku pun baik untuk mereka. Aku memang diam
tak kemana-mana tapi aku juga mendengar seluruh cerita rumah ini. Aku memang
sudah lama disini, entah sejak kapan mungkin sejak rumah ini di bangun dan
sudah ada penghuni pertama. Aku tinggal disini dengan pergantian tujuh tuan.
Mereka yang ke delapan. Aku ingat siapa saja mereka.
Tuan pertama adalah tuan
tanah yang hanya membuat rumah ini sebagai gudang.
Nyonya ke dua adalah janda
yang cerai dari suami nya dan hanya tinggal dengan bocah cilik yang ku dengar
dari angin kini dia telah membahagiakan ibu nya.
Tuan ke tiga adalah pejabat
yang membeli rumah ini untuk simpanan nya dan cerita ini berakhir tragis. Tuan
ke empat adalah penjahat yang ahli dalam menggunakan ular-ular ber listrik
entah nama nya, dia selalu limpung jika listrik sudah padam. Siang-malam dia
selalu di situ sampai suatu saat dia di tangkap polisi, dari situ aku
menyimpulkan dia jahat.
Tuan ke empat dan kelima, hanya tinggal disini sebentar
bersama keluarga kecil mereka, tidak ada yang terlalu istimewa, mereka hidup
cukup dan bahagia. Nyonya ke enam adalah saudara nyonya ke tujuh, mereka
sama-sama perawan tua yang kaya, setelah nyonya ke enam pindah ke luar negeri
maka rumah ini pun di berikan kepada nyonya ke tujuh.
Tak lama dia pun pindah
untuk menyusul saudari nya. Inilah yang ke delapan.
Sang wanita dan lelaki.
Wanita ini merupakan sosok hawa yang
sabar, tak banyak bicara tapi rajin bekerja. Jarang ada air mata dan teriak
histeris dari mulut nya. Sekali nya itu terjadi, memilukan. Memang jarang dia
menangis, tapi tak pernah lepas sendu dari mata nya. Tak salah dan bukan, sendu
nya karena suami nya sendiri. Tabiat sang laki sungguh tidak tahu diri karena
selama ini dia menganggur. Dia tidak bisa menghasilkan walau berusaha. Tidak
lain karena sifat nya itu sendiri, mana ada yang mau memperkejakan dia. Walau
dia bekerja sendiri, siapa pula yang mau bekerja di bawah tangan besi nya?
Selalu saja semena-mena. Tidak mau kalah dari istri nya di rumah walau dalam
kehidupan jelas dewi fortun memihak sang hawa.
Tak kunjung juga sang wanita
meninggalkan rumah, alasan nya satu, karena di larang agama. Dia tidak mau
berbuat dosa. Di lain sisi ada kabar bahwa laki ini memiliki tanah warisan yang
sedang di jual, tapi belum ada peminat. Maka istri nya bersabar, karena
berharap dengan kehadiran mamon tanah itu bisa mengubah hidup mereka terutama
hidup suami nya. Dengan uang itu berharap suami nya bisa membuka usaha yang
menghasilkan walau tidak banyak, yang penting dengan bekerja sang laki tidak
setres karena menganggur. Waktu bergulir, tanah tak kunjung terjual. Sang suami
semakin menjadi, memang tidak ada kaca pecah, ritem tampar, atau gedebuk pukul
tapi suara halilintar dengan cerca dan makian kasar selalu menggaung di seantro
rumah. Iya, sang istri hanya bisa sesenggukan dan melagukan doa di malam hari
ketika semua sudah hening. Tidak ada suara yang keluar dari mulut hawa ini,
karena dia beranggapan, membalas hanya akan memperkeruh danau kehidupan rumah
tangga mereka. Sang istri tahu yang di ingin kan belahan jiwa nya hanya porsi
untuk menjadi lelaki, menjadi tangguh, bisa menafkahi dan menang. Belahan jiwa?
Kata yang tepat kah? Aku tidak tahu. Biar penguasa saja yang menjelaskan
bagaimana kata yang tepat. Aku tidak tahu kenapa mereka bersatu jika salah satu
harus sengsara. Apa karma? Atau untuk kebahagian abadi nanti? Angin pun tidak
mau mengungkap rahasia ini.
Tersiarlah kabar, mereka berdua
menjadi orang kaya dadakan. Tanah mereka terjual dengan harga fantastis. Kaum
hawa yang satu ini pun sesenggukan dan jatuh dalam pelukan suami nya serta
berkata “Sudah selesai, sekarang kau bisa berkarya”. Dia berharap semua nya
menjadi lebih baik. Suami nya pun mulai membuka depot sederhana. Pekerjaan
berjalan dengan lancar dan rejeki pun mengalir namun bagaimana dengan sendu
sang wanita? Semakin keruh hati perempuan saleh ini, hancur dan remuk redam
diri nya. Suami nya tidak berubah namun semakin otoriter. Apa pun yang di
lakukan dalam pekerjaan rumah tangga selalu salah. Cacian dan hinaan semakin
menjadi. Mengungkit masa lalu wanita ini yang di bilang tak akan pernah
mendapat jodoh jika bukan karena dia mau. Mengatakan bahwa dia dan keturunan
ibu nya tidak tahu di untung, tidak tahu diri. Cercaan bertubi membuat sang
wanita sedikit demi sedikit kehilangan jiwa nya.
Kosong
k o s o
n
k o
s o
k o s
k o
k
. . . . . . .
Habis air mata nya
Habis suara nya
Yang tersisa hanya kecapan bibir dan
tangan nya yang tak berhenti untuk berdoa kepada Tuhan.
Yang aku dengar, dia ingin menjadi
debu. Entah kenapa harus debu, mungkin itu benda pertama yang di pikirkan.
Satu minggu setelah itu yang aku
dengar sang wanita hilang tanpa jejak.
Mungkin dia sudah menjadi debu seperti
harapan nya? Jika iya, apakah dia dekat dengan ku? Atau sudah kah dia pergi ke
nirwana yang damai dan mendapat pelipur lara di sana? Aku berdoa yang terbaik
untuk istri yang setia ini betapa beruntung nya lelaki ini, lelaki yang telah
menyakiti nya namun masih mendapat cinta yang selalu sama setiap hari, pernah
merasakan apa yang nama nya setia. Mengerti kah anak manusia yang satu ini
tentang nilai sebuah setia dan cinta?
0 komentar:
Posting Komentar